Ia
adalah tempat pulang bagi banyak cerita.
Sering
jadi pendengar, namun sulit untuk hanya sekadar mengungkapkan apa yang dirasa.
Ia terbiasa menjadi bahu untuk orang lain bersandar dan terus berusaha menjadi
teman yang selalu hadir, tapi ia jarang tahu kemana harus bersandar di kala ia
merasa sedih. Kata-katanya sering tersangkut di tenggorokan, tertahan oleh rasa
takut akan dianggap lemah atau merepotkan. Maka, ia menemukan cara lain untuk
merasa dilihat: menyimpan kata-kata orang lain.
Bukan
sekadar tulisan indah dari buku. Bukan pula kutipan motivasi dari media sosial.
Tapi pesan-pesan kecil yang mungkin bagi orang lain sudah dilupakan.
Ucapan
ulang tahun yang ditulis di secarik kertas, diselipkan tergesa tapi tulus.
Kartu
ucapan yang terselip di balik hadiah kecil.
Tulisan menyentuh seorang sahabat yang dikirimkan di momen indah.
Bahkan
potongan chat berisi pesan singkat menyayat hati “Aku akan terus menunggumu...” yang mungkin
sudah lama dihapus oleh si pengirim.
Semuanya
ia simpan, rapi, dalam sebuah kotak kecil yang usianya mungkin lebih tua dari sebagian
pesan di dalamnya.
Kotak itu bukan sekadar tempat menyimpan kertas atau catatan digital yang dicetak. Itu adalah tempat di mana ia mengumpulkan perasaan paling sederhana: perasaan dibutuhkan. Dikenang. Diingat.
Kotak itu semacam ruang rahasia. Tempat ia kembali saat hari terasa terlalu sepi. Saat dirinya sendiri merasa tidak berhak ada di dunia ini. Membaca ulang pesan-pesan itu, satu persatu, membuat ia perlahan merasa utuh kembali. Seolah kalimat-kalimat itu memeluknya tanpa suara.
Beberapa
pesan bahkan lebih dari sekadar pengingat bahwa ia tak sendirian.
Beberapa
di antaranya membuat ia bangkit. Menguat.
Karena pesan-pesan itu juga sering mengingatkannya akan satu hal paling menyakitkan tapi membentuknya,
Bahwa ia adalah anak perempuan yang pernah ditinggalkan oleh ibunya. Seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya, dan meskipun luka itu belum sepenuhnya hilang, ada kalimat-kalimat yang membisikkan harapan:
Bahwa
ia harus tetap hidup dengan baik.
Bahwa
ibunya akan selalu bangga, melihat dari kejauhan.
Bahwa
keberadaan orang-orang yang menuliskan pesan-pesan itu adalah bagian dari kasih
ibu yang terus hidup dalam bentuk lain.
Ia
sadar betul, bahwa sebagian besar pengirim pesan-pesan itu mungkin sudah lupa
pernah menulisnya. Tapi tidak dengannya. Itu tidak apa-apa. Karena baginya itu
cukup. Pesan-pesan itu adalah bukti bahwa ia pernah hadir, pernah menjadi
seseorang yang penting walau sebentar, pernah cukup berarti untuk dipikirkan.
Karena itulah, ia kembali percaya bahwa hidup ini pantas dilanjutkan, walau
penuh sunyi.
Kadang,
dalam sepi yang tak bisa dijelaskan dengan kata, ia berpikir…
Kalau suatu hari nanti aku sudah tiada, dan seseorang membuka kotak ini, mungkin mereka akan tahu… bahwa aku pernah ada. Bahwa aku tidak pernah menuntut apa-apa, hanya ingin merasa dilihat.
Karena bagi seseorang seperti dia, satu kalimat bisa menyelamatkan satu hari.
Satu pesan
bisa membuatnya merasa dicintai, meski tidak dikatakan secara langsung.
Dan
kotak kecil itu… adalah tempat di mana semua cinta kecil itu disimpan, termasuk
cinta yang datang dari surga, lewat pesan orang-orang yang masih peduli.
Dan
mungkin.. di dunia yang terasa terlalu ramai tapi juga terlalu sunyi ini, menyimpan
kata-kata adalah cara kecil untuk tetap merasa hidup.
“Ditulis di antara jeda hidup, untuk dikenang dan dipahami."
Kode: S004
Komentar
Posting Komentar